![]() |
Add caption |
Terlepas dari pro kontra bahwa pendidikan kita belum meyentuh
realitas empirik yang ada disektor ekonomi. Ini terbukti dengan banyaknya
pengangguran intelektual di negara inilah hal yang patut menjadi menjadi
perhatian tersendiri. Kerapkali kita jumpai lulusan perguruaan tinggi yang
kesulitan mencari pekerjaan disektor formal. Tidaklah ini bearti mahasiswa
hanya diarahkan untuk bekerja dan bukan untuk mengembangkan potensi dirinya?
Sehingga Universitas hanya membentuk manusia-manusia robot yang siap menerima
komando dari atasan pabrik.
Hal ini tercermin dari polling
yang dilakukan oleh majalah Balairung
terhadap mahasiswa UGM bahwa 54,8% dari resphonden mengakui bahwa perkuliahan
yang mereka tekuni tidak menunjang sektor informal yang mereka geluti. Kalau
mau bicara soal perkuliahan sebagai bagian pendidikan pastilah jadi penunjang
bagi mahasiswa ketika turun ke lapangan. Kita perlu merekonstruksi paradigma
berpikir klasik yang tertanam subur dalam masyarakat bahwa Universitas dan
gelar akademis adalah jalan satu-satunya yang harus ditempuh untuk mengubah
nasib mereka, terutama anak-anak miskin.
Pada kenyataannya, setelah orangtuannya di kampung terpaksa
membanting tulang dan menjual sawah ladang mereka untuk membiayai pendidikan
itu, anak-anak yang telah memperoleh sertifikat akademis itu harus antri dalam
barisan pengangguran terpelajar tapi tidak menguasai baik pengetahuan maupun
keterampilan hidup. Para mereka yang telah memperoleh sertifikat akademis
terkondisikan untuk bermental kuli, budak, babu yang selalu mencari majikan
baru Karena takut menjadi manusia merdeka yang bertanggung jawab. Mereka sama
sekali tidak menunjukan mental swasta yang sensitive,
kreatif dan berani mengambil resiko.
No comments:
Post a Comment